Bagaimana Masa Depan dari Cloud Computing di Tahun 2022? Simak Penjelasannya

 

Cloud computing merupakan salah satu faktor utama yang membuat ekonomi dunia tetap berjalan dan supply chain bergerak dalam menghadapi pandemi COVID-19. Teknologi cloud telah memfasilitasi kelangsungan bisnis di perusahaan dengan memungkinkan jutaan karyawan bekerja dari rumah dan mengakses data, file dan aplikasi mereka dengan lancar, sehingga mengubah model bisnis secara siginifikan dalam waktu beberapa bulan.

 

Forrester Research mengungkapkan bahwa teknologi cloud telah menjadi trend dalam melakukan recovery pada pandemi dan mengubah estimasi nilai pasa infrastruktur public cloud dari $113 miliar menjadi $120 miliar.

 

Karena workplaces semakin terdesentralisasi setelah pandemi, kebutuhan teknologi perusahaan juga semakin kompleks. Namun, kemajuan dalam teknologi, seperti software dan layanan tertentu yang terkait dengan cloud computing memungkinkan bisnis untuk meningkatkan proses opersional dan mempercepat dalam delivery.

 

Bagaimana semuanya akan berjalan di tahun 2022?

 

Public cloud

Public cloud merupakan bagian utama dari cloud computing. Pasar public cloud hanya dapat berkembang disesuaikan dengan perubahan perilaku konsumen setelah pandemi di mana ini memaksa perusahaan untuk memprioritaskan pengalaman pelanggan atau customer experience (CX). Artinya kemudahan penggunaan dan kecepatan layanan yang utama dibandingkan efisiensi biaya.

 

 

Mempertimbangan perubahan ini, Gartner memprediksi bahwa pengeluaran pada end-user secara global untuk public cloud services akan meningkat sebesar 18,4% menjadi $304,9 miliar pada tahun 2021 dari $257,5 miliar pada tahun 2020.

 

DaaS

 

Karena bekerja dari rumah dan remote log in menjadi rutinitas yang biasa dilakukan selama pandemi bahkan dalam hal financial trading centers, call centers dan public organizations, trend Desktop-as-a-Service (DaaS) atau Virtual Desktop Interface semakin berkembang.

 

Gartner memprediksi bahwa DaaS akan menempati pasar IT senilai 42,6 miliar pada tahun 2023.

 

Kemampuan sistem DaaS dalam beroperasi dan memastikan keberlanjutan proses dari aplikasi misson-critical dicontohkan oleh Vodafone yang menjaga 50.000 karyawannya agar tetap terhubung selama pandemi. Di mana mereka mengimplementasi hybrid, hyperconverged VDI dan DaaS  yang melibatkan Windows Virtual Desktops (WVD) pada public cloud Microsoft Azure.

 

Tidak hanya enterprise, organisasi pemerintahan seperti sekolah dan rumah sakit mulai menggunakan DaaS untuk memberi mereka kebebasan migrasi ke desktop virtual  tanpa upfront CAPEX, biaya pembaharuan dan biaya maintenance hardware.

 

DRaaS

 

Ada istilah lama yang dikutip Gartner, sisihkan biaya downtime IT sebesar $5.600 per menit. Meskipun tergantung pada karakter bisnis, industri dan produknya, skala biaya cukup mengkhawatirkan bagi perusahaan. Saat ini perusahaan haris menghdapi beban tambahan dari peraturan data privacy seperti GDPR dan CCPA serta jumlah ancaman di dunia maya dan pelanggaran keamanan yang semakin meningkat.

 

Belum lama ini, perusahaan bahkan tidak mempertimbangkan untuk migrasi Disaster Recovery mereka dari data center. Alasannya adalah karena ketidaksesuaian yang disebabkan oleh security protocols dan kebijakan lisensi, hingga masalah portabilitas aplikasi antara data center dan public cloud. Namun, tim vendor mampu memperbaiki sebagian besar perbedaan dan ketidakcocokan tersebut dalam beberapa tahun terakhir dan membangun plaftom cloud yang andal untuk penyimpanan data pencadangan, redundansi dan pemulihan.

 

Oleh karena itu, semakin banyak perusahaan yang melirik platform automated Disaster-Recovery-as-a-Service (DRaaS) di cloud dalam memberikan ketahanan pada infrastruktur mereka dan mengurangi waktu pemulihan secara signifikan. Faktanya, IDC mempredikasi  pasar DRaaS bernilai $6,92 miliar pada tahun 2023.

 

Hybrid Cloud

 

Ketika cloud system siap dioperasikan, ada kesepakatan baik di public cloud environment maupun di private cloud tidak dapat memenuhi semua kebutuhan perusahaan itu sendiri. Kebutuhan dan tantangan dalam keamanan data, fleksibilitas dan performa untuk kedua hal tersebut. Akibatnya, 82% perusahaan telah mengambil pendekatan hybrid untuk infrastructure cloud mereka, sesuai dengan State of the Cloud Flexara report pada tahun 2021.

 

 

Nutanix Enterprise Cloud

 

Enterprise cloud merupakan unified IT operating environment yang menggabungkan private cloud, public dan distributed clouds dengan menyediakan single point of control untuk mengelola infrastruktur dan aplikasi di cloud apa pun. Enterprise cloud memberikan pengalaman yang konsisten, high-performance dan penggunaan yang mulus untuk operator cloud dan layanan cloud-delivered applications.

 

Membahas tentang Nutanix Enterprise Cloud, PT Berca Hardayaperkasa dan Nutanix juga baru saja menyelenggarakan Berca Live Webinar dengan tema “Transform Your Business Journey to Enterprise Cloud”, Selasa (07/09). Dari webinar ini peserta dapat memahami bagaimana  kelebihan dari Enterprise cloud  untuk IT infrastructure dan layanan platform dengan keunggulan public cloud untuk aplikasi perusahaan tanpa mengorbankan nilai yang diberikan oleh private data center.

 

 

Dengan enterprise cloud, IT dapat meningkatkan simplicity untuk multi-cloud governance dengan pendekatan terbuka yang bernilai pada fleksibilitas dan opsionalitas. Para end-users dapat melaukan self-services untuk on-premises dan pubic resources hingga automates deployments dan pengelolaan aplikasi di berbagai lingkungan sambil memonitor tata kelola.

 

Dapatkan rekomendasi terbaik dari tim expert kami silahkan hubungi di sini.